Sunday, March 31, 2013

Artikel Geologi Mitigasi : Pembangunan Berbasis Informasi Geologi



PEMBANGUNAN BERBASIS INFORMASI KERENTANAN GEOLOGIS
Oleh M. Anwar Siregar

Runtuhnya sebuah bangunan, amblasnya badan jalan tol seperti yang terjadi di tol Cipularang, jebolnya sebuah bendungan, retaknya sebuah jembatan, terjadinya undakan badan jalan serta hancurnya sebuah kota dihantam badai tropis dan gempa  bumi disertai tsunamis, dengan kerugian yang luar biasa dan korban bergelimpangan lebih ratusan ribu sangat memerlukan informasi geologi dalam pembangunan infrastruktur yang berbasis kerentanan geologis yang komprehemsif, yaitu suatu penyelidikan dan pemetaan geologi kawasan didaerah yang memerlukan informasi geologi, baik untuk informasi geologi bawah tanah dan geologi permukaan sebagai landas utama dalam suatu pembangunan Negara yang ada dimuka Bumi.
Karena tidak satu pun wilyah di muka bumi aman dari ancaman bencana, baik kota yang terletak di paparan benua (shield) maupun berada di landas kontinen semua tidak luput dari ancaman bencana dengan terbukti beberapa kota di dunia telah mengalami kehancuran seperti kota Agadir di Maroko, Kota Bam di Iran yang dianggap aman dari bencana selama 2000 tahun akhirnya juga hancur, kota di Meksiko, San Francisco di Amerika Serikat, tidak luput dari keganasan alam.
Bagaimana dengan wilayah Asia Tenggara? Bisa terjadi dengan ancaman gempa strategis dengan pola peretakan lempeng kecil di Burma di Utara Sumatera dan terjadinya gempa-gempa di muka busur kepulauan Sumatera, dan masih sering terjadinya gempa-gempa di Pantai Barat Sumatera (cekungan belakang busur). Akibat tekanan, tarikan dan regangan terhadap lempeng Pulau Sumatera dengan lempeng Samudera Hindia dan Lempeng Benua Eurasia.
PENTINGNYA INFORMASI GEOLOGI
Sekali lagi harus ditegaskan bahwa informasi geologi sangat diperlukan dalam mengantisipasi bencana yang lebih besar guna mengurangi jumlah korban yang diakibatkan dan kerugian pembangunan infrastruktur fisik seperti pembangunan rekonstruksi dan rehabilitasi, memetakan kawasan yang dianggap layak untuk dihuni untuk mengurangi ancaman alamiah dan pembangunan (natural and man made disaster).
Setiap wilayah Indonesia harus bertumpuk pada informasi geologi sesuai karakteristik geologi yang membentuk suatu daerah, misalnya di Sumatera. Setiap kota/kabupaten pemekaran wilayah sudah harus bertumpuk pada informasi geologi dan berbasis kegempaan atau bencana geologi dimasa yang akan datang, jangan hanya faktor politik saja yang harus diperhatikan.
PETA DASAR GEOLOGI
Informasi geologi dalam pembangunan kawasan serta rekonstruksi dan rehabilitasi bencana terdapat dalam informasi peta dasar geologi permukaan terdiri dari Peta Dasar Topografi yang berskala dari 1 : 50.000, 1 : 25.000(tergantung keperluan penelitian) yang akan menghasilkan : Peta Geomorfologi yang memuat satuan-satuan bentangalam dengan berbagai klasifikasi dan parameter yang digunakan untuk tata guna lahan, sifat tanah dan batuan yang menyusun bentangalam.
Peta Geologi yang menyangkut struktur geologi di lokasi sesar-sesar/patahan, lipatan dan kekar yang aktif, stratigrafi, sejarah perkembangan geologis. Peta Hidrogeologis untuk sumber daya air, pola gerakan air dibawah permukaan di daerah yang memiliki kerentanan geologis, lapisan tanah pembawa air dan sumber kehidupan bagi kota.
Peta Geologi Tata Lingkungan untuk daerah hunian dan pembangunan kawasan hijau dan buffer zone serta perencanaan tata ruang wilayah. Peta kerentanan Gerakan Tanah terutama kerentanan topografi. Peta Geologi Teknik untuk aspek batuan serta rekahan batuan, sifat teknis batuan suatu batuan lebih banyak ditentukan oleh sistim kekar (rekahan/retakan kecil dalam batuan) yang menunjukkan arah gaya-gaya geologi yang bekerja didalam dan dipermukaan bumi, yang mengikuti balok-balok batuan yang terletak oleh bidang kekar.
Dan juga sebagai media masuknya air permukaan dan air bawah permukaan yang menyebabkan retakan mengakibatkan longsoran berkapasitas besar, serta kejutan dari deformasi material konstruksi, sangat diperlukan untuk pembangunan konstruksi sipil seperti bendungan, gedung pencakar langit, jembatan, pelabuhan laut dan jalan tol. Semua peta dasar ini dapat dibantu oleh geologi foto dan satelit GPS.
Peta Geologi Detail dibwah permukaan yang terdiri dari hasil penelitian pendugaan geofisika dengan metode seismik dan geolistrik yang diperlukan untuk pengetahuan karakteristik batuan, penyebaran dan struktur geologi seperti lokasi rambatan gelombang seismik (gempa), daerah diskontinuitas serta penyelidikan air bawah tanah terutama lapisan tanah pembawa air dengan cara meledak dinamit yang kemudian dicatat harga resistivity laipsan-lapisan batuan (tahanan jenis lapisan batuan), gaya berat anomali kemagnetan bumi terhadap pengangkatan dan penurunan permukaan, teknik pemboran inti di dasar samudera dan daratan yang dibuat melalui penampang geologi sebagai informasi keteknikan konstruksi. Semua data geologi permukaan dan bawah permukaan dirangkum dalam peta keretanan geologis.
CITRA GEOLOGI FOTO
Untuk menekan dampak gempa bumi adalah pembuatan peta Kerentanan Geologis dengan betumpuk pada informasi geologi foto udara maupun citra geologi penginderaan jauh merupakan data dasar awal dalam meringkas survei pembangunan wilayah. Informasi potensi sumber daya mineral seperti bijih, minyak, gas bumi dan pemetaan kawasan lahan dan rawan bencana dapat diketahui melalui pengkajian dan interprestasi yang ditinjau oleh pengujian langsung dilapangan.
Teknologi pencitraan dapat membantu dalam pembangunan konstruksi dan rehabilitasi daerah-daerah yang memiliki struktur geologi regional yang rumit seperti patahan dan jalur vulkanik aktif didaratan dan dilautan di Indonesia, pergerakan lempeng-lempeng Benua dan Samudera membantu menginterprestasi jenis batuan yang menyusun wilayah yang sedang diamati dengan citra geologi foto udara dan satelit NOAA, GEOS dan Landsat yang termuat dalam peta geologi/geologi teknik (rekayasa) sebagai masukan bagi pemerintah daerah untuk melakukan evaluasi dan penataan ruang wilayah dalam menghadapi ancaman serupa dimasa mendatang.
PETA KERENTANAN GERAKAN TANAH
Gerakan tanah di Indonesia pada umumnya terjadi karena perencanaan pembangunan kawasan yang bukan diperuntukkan untuk daerah hunian. Setiap perencanaan wilayah wajib memasukan daerah kerentanan gerakan tanah dan sabuk hijau dalam mengatasi bencana untuk pembangunan tata ruang wilayah kota. Efek bencana sudah banyak terjadi akibat dari penggundulan tanah hanya karena untuk pembangunan sebuah hotel berbintang lima di daerah pantai, perbukitan dan pegunungan umumnya banyak di Indonesia.
Sedang perlapisan tanah dilokasi pembangunan konstruksi tersusun oleh material vulkanik yang bersifat lembur dan berumur endapan Tersier, belum mengalami pemadatan. Begitu juga untuk kawasan hijau selalu terlupakan yang terbukti banyak banjir dan longsor. Contohnya masih aktualitas dari bencana banjir bandang Bahorok (Sumut) tahun 2003 dan Jember (Jatim) serta longsoran tanah di Banjarnegara (Jateng) tahun 2006 banyak mengambil korban jiwa dan harta serta kehancuran infrastruktur fisik.
Terjadinya kerentanan gerakan tanah ditentukan juga oleh turbelensi dari kontur dan interpretasi peta topografi, perubahan pola kontur yang tiba-tiba dapat mengindikasikan adanya zona hancuran atau daerah patahan hampir disepanjang patahan daratan Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara dan Bali serta Irianjaya. Jarang sekali dibaca oleh perencana pembangunan, hanya karena mengejar keuntungan bisnis. Setiap ada tanah sejengkal pasti akan digarap habis untuk pembangunan konstruksi sipil yang berdampak pada kekuatan material pondasi dalam menahan beban pikul terhadap tanah didaerah tersebut yang sebenarnya tidak pantas diperuntukkan pembangunan konstruksi berat.
Dan gempa bumi sebagai penegas/penekanan terhadap batuan dan tanah yang sudah rapuh didaerah patahan, karena daya kohesif perekat antar butir didalam tanah telah mengalami pemutusan oleh air yang berfungsi sebagai “pelumas”, air bisa berasal dari curah hujan yang tinggi pada daerah tersebut, dan dapat mempengaruhi kestabilan lereng disekitarnya pada waktu-waktu tertentu. Bila terjad i gempa di daerah tersebut akan mengjasilkan efek likuafaksi terhadap bangunan dan ambles ke dalam tanah dan menambah kekuatan goncangan keras disekitarnya akibat tidak adanya peredam/bantalan gempa dan merambah ke bangunan tingkat atas. Semua data ini wajib diperhatikan Pemerintah Daerah dan dimasukkan ke dalam peta kerentanan gerakan tanah. Harus dimiliki oleh setiap kota/kabupaten di Indonesia dalam menyusun kawasan lingkungan hunian dan industri.
PETA ZONASI KEGEMPAAN LOKAL
Dalam perencanaan dan pengembangan wilayah kota di Indonesia masih harus memerlukan pemetaan kegempaan mikro bagi daerah yang rawan gempa dan tsunami. Perencanaan tata ruang detail wilayah harus bertumpuk pada informasi geologi yang melingkupinya dalam ruang dan waktu. Karena dalam peta zonasi kegempaan lokal akan memberikan informasi dengan melakukan evaluasi resiko kegempaan yang akan ditimbulkan oleh suatu kawasan, yang sangat ditentukan oleh juga kondisi geologi lokal (karakteristik geologi) seperti jenis batuan dan tanah serta struktur geologi yang masih berproses baik didalam maupun dipermukaan Bumi sebagai dasar peletakan pembangunan infrastruktur kota, dengan memperkirakan tingkat kekuatan bencana dan kerentanan.
Yang kemudian dirangkum dalam peta kerentanan geologis (PKG), yaitu gabungan semua informasi yang tersedia pada daerah tertentu untuk memperkirakan karakteristik dan kekuatan bencana, terutama intensitas/magnitudo yang akan terjadi pada daerah yang krisis.
Dan dalam peta kerentanan geologis akan memberikan kode wilayah dengan warna/simbol tertentu untuk pembagian zonasi kerentanan gempa, yaitu menunjukkan layak atau tidaknya suatu daerah yang akan dibangun sebagai lokasi hunian dan industri, dan lain-lain.
Untuk penatan ulang wilayah kota/kabupaten yang telah mengalami bencana gempa dan masih menunjukkan siklus/pengulangan bencana sudah harus bersumber pada informasi zonasi kerentanan lokal yang telah dibuat karena daerah tersebut masih menunjukkan gejala seismik yang tinggi dibawah permukaan. Yang tercermin dalam aspek deformasi kekar (joint) batuan karena menyangkut aspek kekuatan bangunan dalam menghadapi amplifikasi seismik yang didapat dari studi kelayakan pembangunan daerah.
Pertama, apakah kekar, patahan dan lipatan batuan yang terdapat pada daerah itu merupakan sifat teknis batuan yang menyusun daerah tertentu, misalnya kota yang menghadap Samudera Hindia dan Pasifik.
Kedua, apakah bidang kekar merupakan bagian yang mudah lapuk atau licin sehingga mengurangi sttabilitas kekuatan batuan dan tanah dalam menghadapi beban pikul terhadap getaran tanah yang merusak bangunan karena jauh lebih buruk pada tanah yang goyah karena terbentuk oleh tanah pelapukan dan lembur mudah mengalami reruntuhan dibandingkan pada batuan padat karena mengalami likuafaksi dan amplifikasi seismik.
Ketiga, apakah blok massa batuan didaerah sesar itu masih mampu menahan atau menghasilkan getaran gelombang seismik.Keempat, bagaimana sifat kekar dari batuan yang menyusun daerah tertentu terhadap masuknya air permukaan atau air tanah, penting untuk kesabilan pondasi didalam tanah. Semua pertanyaan ini penting sebagai arahan dan petunjuk pembangunan konstruksi untuk mengantisipasi kerawanan patahan yang aktif dan tidak aktif bagi kerusakan terhadap bangunan dan manusia.
PETA TOPOGRAFI KELAUTAN
Mengatasi hilangnya batas fisik persil tanah karena bencana tsunami dalam mengkonstruksi batas wilayah sangat memerlukan informasi geologis dasar yaitu peta topografi. Namun penggunaan peta topografi untuk mengatasi bencana dan pembangunan kawasan hijau setiap kabupaten pemekaran dan kabupaten Induk ternyata belum banyak memiliki peta batimetri (topografi) kelautan yaitu analisa kontur dasar permukaan laut, baru wilayah Kota/Kabupaten di Pulau Jawa yang telah terpetakan dengan baik.
Penggunaan peta topografi dan GPS sangat penting, karena informasi tentang jalur perhubungan (jalan), daerah perairan (sungai, danau, garis pantai, relief (kontur) dan titik control, penggunaan lahan umum, serta batas administrasi.
Peta topografi kelautan akan sangat membantu mendapat akses jalur alternatif menuju wilayah terisolir. Peta Laut Nasional pada skala 1 : 500.000 merupakan alternatif mengetahui perubahan kontur ditepi pantai yang hilang, posisi wilayah pesisir dan luasan dataran rendah di daerah lepas pantai Barat Sumatera, Jawa dan Nusa Tenggara serta Biak yang rawan gelombang tsunami dapat diketahui kondisi serta posisinya dan dianalisis kontur wilayah pesisir yang mengalami bencana bila dibangun berdasarkan data digital elevation mode (DEM) yang terdapat pada instansi terkait seperti BMG Indonesia dan USGS Amerika Serikat.
Informasi kedalaman laut di sepanjang pantai, dapat digunakan sebagai pemandu kapal yang akan berlabuh disepanjang pantai barat untuk keselamatan pelayaran serta mengetahui batimetri atau topografi dasar laut yang bergeser akibat pascagempa dengan bantuan GPS, lalu dipetakan dalam gambar tiga dimensi untuk menyusun kembali tata ruang wilayah yang rusak akibat kerentanan geologis. Dan jadikan informasi geologi sebagai ujung tombak pembangunan infrastruktur di Indonesia, agar dapat mengurangi dampak yang akan terjadi dimasa mendatang.

Tulisan sudah Diterbitkan HARIAN “ANALISA” MEDAN, Tanggal 02-02-2006. bagi pembaca yang menemukan kesamaan tulisan ini di beberapa blog dan wordpress maupun koran lokal dengan menghilangkan nama saya adalah mereka plagiat

No comments:

Post a Comment