Sunday, March 31, 2013

Artikel Geologi Gempa : ACEH MASIH TERUS TERCABIK GEMPA


Minggu, 02 Oktober 2011


ACEH MASIH TERUS TERCABIK GEMPA
Oleh : M. Anwar Siregar

Kejadian gempa Sinabang dan Meulaboh memberikan peringatan bagi Pemprov Aceh bahwa Aceh harus meningkatkan kewaspadaan terhadap bahaya dan bencana geologi, masih akan tercabik gempa lagi, karena pusat gempa-gempa yang lalu telah menghasilkan akumulasi zona kontak energi yang matang bagi penekanan batuan yang belum stabil dan diperkirakan telah ada lempengan bumi yang mengalami pemecahan yang baru, dibuktikan dengan periodesasi gempa yang sangat singkat.
Anda bisa berpikir, ada apa dengan pusat gempa Sinabang yang baru terjadi, lalu muncul gempa di zona subduksi yang sangat berdekatan dengan pusat gempa Sinabang dengan gempa Meulaboh, adakah sesuatu yang terjadi menyebabkan gempa begitu cepat muncul di zona subduksi yang sangat berdekatan?
GEMPA MAUT MENUNGGU
Sumatera dibelah beberapa segment patahan sebanyak 19 zona patahan yang melingkupi daratan dan sejumlah zona subduksi maut di lautan yang terus menerus memberikan ancaman yang seharusnya kita jadikan sebagai peringatan atau pelajaran berharga untuk mempersiapkan segala-galanya, bahwa kita hidup di negeri yang sering menari-nari tanpa dibayar tetapi harus membayar dengan kerugian triliunan rupiah serta “tumbal nyawa”.
Sumber-sumber ancaman gempa maut yang sedang menunggu “antrian” pelepasan energi untuk mencabik bumi Aceh-Sumatera sepanjang tahun akan terpusatkan pada beberapa ruas patahan di utara Sumatera yang sedang memuncakkan/pengumpulan energi kritis gempa, dari data Satelit SPOT UNOSAT yang penulis jadikan beberapa data untuk tulisan ini terlihat jelas berada pada patahan Mentawai-Enggano, Pulau-pulau Batu dan Nias-Simeulue, serta utara Aceh dengan Palung Nikobar yang merupakan sumber-sumber ancaman gempa dari lautan bagi kehancuran kota-kota di Pantai Barat Sumatera.
Salah satu ancaman gempa itu telah melepaskan lagi kekuatan energi batuannya kedua kali dalam sebulan dengan kekuatan yang sama yaitu pada zona patahan Simeulue dengan 7,2 SR dengan kedalaman 34 km yang terasa goyangannya ke Medan dengan kekuatan IV-V MMI, sedangkan Padangsidimpuan-Tapsel dengan kekuatan V-VI MMI, Aceh III-IV MMI (Modified Mercali Intensity) dan 7,2 SR pada tanggal 09 Mei 2010 dengan kedalaman 30 km yang terasa kuat di Aceh, Medan, Sibolga, Padangsidimpuan dan Padang.
Ancaman gempa di daratan jelas ada pada patahan Sipirok, terutama pada segment Renun-Toru yang sebaran kekuatan gempanya akan mencabik dan menghancurakan wilayah sumatera utara hingga ke Aceh, selain patahan Renun Toru yang perlu di waspadai adalah patahan disekitar daratan tinggi Bukit Barisan yang melingkari wilayah Danau Toba, disini ada beberapa zona patahan yang menjadi sumber ancaman gempa di masa mendatang yaitu Patahan Ordi yang disebut Ir. Jonathan Tarigan-Dewan Pakar IAGI, berada di Karo, Langkat, Simalungun.
Dairi merupakan daerah zona tembok pergerakan lempeng daratan sumatera dari selatan Lampung yang mengalami penekanan terus menerus, suatu saat mengalami perobekan yang kuat. Patahan diperbatasan Sumatera Utara dan Aceh terdapat ruas-ruas terkunci yaitu terdapat pada wilayah Aceh disekitar lembah tektonik Tanah Merah, Kutacane, Laubaleng menerus ke Karo.
Wilayah yang berada dalam zona pengumpulan energi kritis gempa ini seharusnya sudah mempersiapkan teknologi peringatan dini dan sosialisasi informasi bahaya dan bencana geologi yang dilakukan secara kontinu dengan menghimbaukan kepada masyarakat agar mendapatkan informasi yang benar dari instansi yang berwenang.
ACEH TERUS TECABIK GEMPA
Mengapa Aceh begitu rawan gempa dalam rentan waktu dekat dan tidak lagi dalam puluhan tahun? Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi geologi Aceh Darat dan Aceh Kepulauan dengan terjadinya berulangkali gempa, yaitu pertama, ada mekanisme pembentukan origin disekitar pantai sumatera, kedua, daya rekat lempeng belum stabil, jika dianologikan seperti ujung sebuah bahan bila ditekuk terus menerus maka akan melampaui beban elastik bahan. Data rekaman GPS memperlihatkan hasil kejadian gempa Aceh tahun 2004 lalu, Pulau Sumatera telah mengalami pelengkungan kearah Benua Asia dengan pergerakan tekanan lempeng bergerak 5-6 cm di pusat patahan antara Nias dengan Simeulue dan beban pecahan lempeng Burma yang menanggung energi pertemuan gempa 2004 dan 2005 tersalurkan ke zona pecahan gempa 2005 dan 2010. ketiga, kasus kejadian gempa Aceh 2004 terdapat patahan yang memanjang ribuan kilometer, sehingga ada pembebanan pada lempeng yang hancur atau kerak bumi mengalami perapuhan akibat dislokasi energi yang bertumpuk pada zona subduksi Aceh Nikobar yang telah dialihkan ke energi subduksi Nias-Simeulue. Keempatrata-rata sudut penunjaman lantai samudera lebih landai daripada pantai selatan Pulau Jawa, ini karena lantai samudera di bawah Sumatra lebih muda daripada Pulau Jawa. Usia lantai samudera di bawah Pulau Sumatra diperkirakan 50 juta tahun, sementara lantai samudera di bawah Pulau Jawa sekitar 100 juta tahun.
Data penelitian geologist menyebutkan, bila lempeng berusia muda maka daya apungnya masih tinggi, densitasnya relatif lebih ringan dan lantainya lebih landai. sehingga Lempeng yang lebih muda juga lebih aktif dan menyusup dengan sudut penunjang yang landai. Kondisi macam ini juga menimbulkan bahaya gesekan yang lebih kuat, sehingga skala gempa biasanya besar-besar bahkan hingga 7 skala richter. Sejak Desember 2004 kondisi lempeng di bawah Pulau Sumatra belumlah stabil sehingga yang terjadi sekarang adalah proses mencari posisi keseimbangan
Dari data-data jarak waktu kejadian gempa berarti telah ada perubahan siklus deformasi kekuatan di ujung perbatasan lempeng, bahwa telah ada peremukan beberapa blok batuan, atau juga ada intensitas pembentukan origin baru pada perlapisan struktur kerak bumi di dasar samudera Indonesia yang menyebabkan semakin sering terjadinya gempa di Sumatera khususnya Aceh.
Diperkirakan dalam kurun singkat Aceh dan Sumatera masih akan tercabik gempa lagi, sudah siapkah kita menghadapi yang lebih dahsyat?
BELUM DIJADIKAN PELAJARAN
Dari sejak tahun 2000 hingga ke tahun 2010, Aceh seharus telah memiliki standart rekonstruksi pembangunan ketataruangan yang berbasis mitigasi baik untuk kepulauan seperti Pulau Simeulue, Sabang dan daratan terutama utara Aceh yang telah mengalami perubahan batimetri/topografi kelautan turun dan hampir sejajar dengan permukaan dataran pantai. Rekonstruksi pembangunan Aceh akibat gempa tahun 2004 belum mencerminkan standar ketataruangan kota yang berketahanan bencana, masih ada upaya masyarakat atau pelaku bisnis masih membangun hotel menjorok ke lepas pantai. Standar penataan ruang kota-kota belum berbasis gelogi kegempaan lokal, standart bangunan konstruksi masih banyak tidak berketahanan gempa.
Peletakan prasarana infrastruktur belum berlandas kajian detail vulnerability dan tingkat kerawanan masih tetap tinggi, karena diletakan didaerah yang bukan kawasan yang stabil  dan merupakan kawasan daerah hijau yang seharusnya menjadi zona penyanggahan bencana sehingga Aceh kini sering mengalami bencana banjir dan gerakan tanah, dan strategis peletakan tata ruang Aceh yang sangat vital dan pusat pemerintahan masih berada dalam kawasan empat zona patahan yang membelah daratan Aceh hingga ke Pulau Simeulue, di masa depan masih akan “menghasilkan sejumlah bahaya” dari bencana man made disaster dan natural disaster.
Kejadian bencana lalu sudah seharusnya dilaksanakan dan bukan lagi direnungkan karena bencana setiap saat datang tanpa permisi, bencana sudah memberikan pelajaran berharga bagi masyarakat Aceh untuk direfleksikan sebagai pedoman hidup selaras bersama alam daripada menerima isu-isu ramalan akan ada gempa besar melalui sms atau selebaran yang menyesatkan, dan yang menyebarkan informasi itu sedang mencari keuntungan diatas kegelisahan masyarakat terhadap gempa yang datang tanpa permisi.

M. Anwar Siregar
Geolog, tulisan ini sudah pernah di muat di harian 'ANALISA" MEDAN 16 Mei 2010, artikel ini akan dibukukan.

No comments:

Post a Comment