Sunday, March 31, 2013

Artikel Geologi Lingkungan : UU Geologi di Era Globalisasi Bencana Lingkungan

UU Geologi di Era Globalisasi Bencana Lingkungan





Berbagai bencana melanda Indonesia dalam kurun 10 tahun terakhir dan masih akan berlanjut. Maka sudah saatnya dibentuk UU yang mengatur tegas tentang geologi
Mengingat kondisi geologi Indonesia dewasa ini memasuki periode panen gempa di beberapa kawasan yang saling memuntahkan kemarahan kepada manusia. Kebencanaan ini telah menyengsarakan rakyat di negeri terbesar di khatulistiwa. Namun lupa untuk selalu belajar dari kejadian dan kesalahan perencanaan pembangunan fisik khusus lingkungan geologi, bahwa Indonesia yang berada di ring of fire.
Seharusnya Indonesia mampu mendefinisikan suatu perencanaan tata ruang mitigasi yang berbasis lingkungan geologi dengan standar konstruksi yang mumpuni di lokasi yang sesuai karakter peruntukkannya. Ini agar mampu mengurangi korban dan kerusakan bencana terutama gempa bumi dan gerakan tanah.
Tumpang tindih permasalahan
Undang-undang geologi selama ini di Indonesia peranannya sangat kurang dan belum ada, sehingga menimbulkan permasalahan terhadap berbagai analisis penanggulangan bencana dan kedaruratan karena disini kita punya kebiasaan “sesuatu” kalau belum diatur oleh institusinya, maka dianggap belum ada peraturannya. Contoh, di luar negeri, terutama Eropa dan Amerika serta Jepang, mereka memiliki badan geologi yang mengkhususkan apa yang disebutkan bahwa “setiap pembangunan kota baru, pemekaran wilayah kabupaten/kota atau perluasan dan pengembangan tata ruang wilayah perkotaan lama ke baru harus memperhatikan kondisi bawah permukaan (sub surface)”.
Setiap orang di sana sudah tahu kalau berbicara tentang bawah permukaan itu berarti berbicara geologi. Dan departemen yang menangani hal ini adalah Departemen Geologi. Jadi kalau ada kejadian bencana geologi maka masyarakat langsung saja ke Departemen Geolog bukan ke yang lainnya.
Sementara di Indonesia masing-masing sektor berusaha membuat peraturan, masing-masing peraturan itu tumpang-tindih dan berbeda. Dan Badan Geologi di Indonesia yang belum memiliki Undang-Undang Geologi, oleh orang dianggap tidak memiliki kewenangan untuk mengatur geologi. Sehingga menimbulkan permasalahan di era globalisasi bencana lingkungan, yaitu tumpang tindihnya peraturan penataan ruang, pengaturan mitigasi ketataruangan dan sumber-sumber daya geologi berkelanjutan yang bersentuhan langsung dari segala jenis bencana. Ini sangat membinggungkan masyarakat dan investor di Indonesia.
Era globalisasi bencana
Era globalisasi di Indonesia, ternyata era bencana. Pemanfaatan era globalisasi teknologi dan segala peraturan yang berhubungan dengan penelitian kebencanaan di Indonesia justru tertinggal jauh dari negara tetangga. Hal ini menyebabkan kondisi penanggulangan bencana di Indonesia masih kurang efektif dalam pelaksanaan di lapangan. Salah satunya adalah tidak ada payung hukum yang tegas dalam mengartikulasikan pemahaman geologi di daerah rawan bencana yang pada akhirnya, yang menjadi korban dari era globalisasi bencana itu adalah manusia Indonesia
Dengan bergeraknya masing-masing sektor dalam pengelolaan dan pemanfaatan geologi di bawah dan atas permukaan bumi maka terjadilah apa yang kita namakan krisis lingkungan geologi yaitu silih berganti terjadinya bencana.
Bencana banjir akibat perubahan iklim belum berakhir, datang tiba-tiba gempa bumi disertai gelombang tsunami. Lalu letusan gunung api ikut juga memperparah situasi bangsa ini. Belum selesainya goyangan datang bencana gerakan tanah akibat tidak ada pemahaman yang memaksa masyarakat mematuhi aturan lingkungan geologi seperti pemanfaatan zona-zona hijau, lahan konservasi pantai dan terestrial, lahan zonasi tata ruang dan tidak adanya kemauan membentuk suatu zona rehabilitasi ruang yang telah mengalami bencana.
Pengembangan dan pengkajian teknologi di Indonesia juga tertinggal jauh disebabkan faktor kekurangan dana riset. Padahal negara ini sudah ditakdirkan sebagai negara bencana. Indonesia seharusnya sudah mampu menciptakan dan mengekspor peralatan tsunamiwarning, justrunya mengalami kedodoran dalam memberikan peringatan cepat dan miskomunikasi yang tidak perlu. Lihat saja kejadian tsunami Pangadaran-Jawa Barat tahun 2006. Karena bagitu banyaknya lembaga riset yang saling berlomba memberikan informasi terkini sehingga membingungkan masyarakat, khususnya investor dalam memahami rekonstruksi usahanya apabila terjadi bencana.
UU mitigasi masyarakat
Berbagai jenis ancaman bencana lingkungan geologi yang bersifat merusak dan membahayakan kelangsungan hidup dapat terjadi setiap saat tanpa dapat menghindarinya. Walaupun ancaman bencana alam tidak dapat ditolak dan dihindarkan, tetapi setidaknya pemerintah dan masyarakat harus dapat menyiapkan diri sebaik-baiknya. Ini dilakukan melalui manajemen pengembangan sistim prakiraan bencana beserta penyebarluasan informasi geologi, sistim peringatan dini kepada masyarakat (Early Warning Disaster Preparadness).
Di sini pentingnya informasi mitigasi geologi yang berbasis masyarakat di daerah rawan lingkungan gerakan tanah, banjir dan gempa, yang digunakan untuk kepentingan masyarakat dalam mengurangi dampak pada suatu bencana yang dapat dilakukan sebelum terjadi bencana. Perencanaan dan pelaksanaan tindakan untuk mengurangi risiko terkait bencana dan proses perencanaan untuk respons efektif terhadap berbagai jenis bencana yang akan terjadi.
Kunci faktor yang kuat dari informasi mitigasi masyarakat adalah penguatan dari lembaga dalam hal ini adalah Badan Geologi Nasional. Lembaga ini akan mengatur mitigasi dari berbagai jenis bencana geologi dalam bentuk pengaturan UU yang difokuskan pada kemampuan sistim kesiapsiagaan, sistim peringatan dini, tindakan gawat darurat, manajemen risiko lapangan dan relokasi ruang wilayah untuk penempatan evakuasi. UU bencana geologi yang berhubungan dengan mitigasi akan memaksa pemerintah, swasta dan masyarakat mematuhi segala aturan yang telah ditentukan. Sehingga akan tercipta keselarasan visi dan misi pada tindakan pencegahan dan penanggulangan bencana secara efektif.
UU mitigasi geologi tata ruang kota digunakan untuk meminimalisasi bencana, diperlukan agar masyarakat mengetahui langkah-langkah kongkrit. Masyarakat dapat bertanya apakah lokasi tempat tinggal mereka rawan gempa, konsultansi bagaimana merancang bangunan tahan gempa dan berhak mendapatkan pendidikan mitigasi secara berkala.
UU geologi mitigasi
Dari berbagai kejadian bencana yang melanda Indonesia dalam kurun 10 tahun terakhir yang masih akan berlanjut, maka sudah saatnya dibentuk UU yang mengatur tegas tentang geologi bawah permukaan dan di atas permukaan selama manusia membangun diatas tanah. Yaitu UU Kegeologian yang sangat mendesak dan mengingat sudah cukup banyak korban dan infrastruktur fisik yang bertumbangan yang menyebabkan negeri ini semakin miskin.
Rancangan Undang-undang (RUU) Kegeologian seharusnya sudah dalam bentuk UU pada tahun 2009 lalu. Beberapa hal yang penting sebagai muatan materi dalam penyusunan RUU Kegeologian yang telah diajukan ke DPR sejak tahun 2007 adalah sebagai berikut:
1. Masalah penetapan kawasan rawan bencana geologi yaitu letusan gunung api, gempa bumi, tsunami, dan tanah longsor (yang dalam RUU Penataan Ruang dimasukkan sebagai kawasan lindung); dalam RUU Kegeologian sudah didefinisikan secara lebih lengkap, lebih implementatif. Meskipun bencana geologi tersebut sulit diprediksi kapan terjadinya, tetapi dengan pendekatan kegeologian diharapkan ada langkah-langkah lebih kongkrit yang tujuannya untuk mengurangi dampak merusak bencana tersebut dan jatuhnya korban.
2. Penggunaan data dan informasi geologi yang saat ini di era globalisasi di Indonesia belum dilakukan secara optimal sebagai dasar perencanaan pembangunan wilayah agar lebih ditingkatkan pengaturannya dalam bentuk UU Kegeologian tersebut.
3. Diperlukannya pengaturan dalam penyusunan rencana pengembangan dan pemanfaatan sumber daya mineral secara sistimatik, meliputi pengaturan administrasi, penyeragaman dalam penyusunan data dan informasi geologi beserta upaya-upaya sosialisasinya.
4. Mengoptimalkan kompetensi bidang kegeologian dalam mengatasi atau memecahkan permasalahan untuk kepentingan konstruksi (prasarana jalan, jembatan, bangunan); dan eksplorasi migas dan penentuan cadangan mineral yang potensial sesuai standard minimal yang harus dipenuhi.
5. Menonjolkan peranan informasi geologi untuk identifikasi cekungan migas yang penting dan strategis terutama yang menyangkut daerah frontier atau wilayah yang berbatasan dengan negara lain.
Latar belakang permasalahan dalam mempersiapkan RUU Kegeologian disebabkan banyaknya produk hukum dari berbagai institusi atau lembaga yang saling tumpang tindih. Produk hukum tersebut berkepentingan terhadap geologi bawah tanah sehingga naskah RUU Kegeologian memerlukan suatu keselarasan visi dari stakeholder agar pembahasan dipercepat dan ada kemauan politik dari DPR.
Hal ini penting, mengingat kondisi dinamika geologi Indonesia di era globalisasi semakin rentan bencana, keterlambatan informasi geologi dan ketidakadaan data yang seragam tentang geologi bawah permukaan dan tumpang tindihnya peraturan peruntukan suatu kawasan geologi menyebabkan terjadinya kebingungan bagi masyarakat dan investor.
Dalam UU Kegeologian sudah memuat semua informasi tentang geologi secara komprehensif dan mencakup seluruh aspek-aspeknya. Termasuk solusi permasalahan tata ruang lingkungan, mudah dipahami baik oleh masyarakat umum maupun oleh aparatur negara sehingga dapat ditindaklanjuti secara efektif. Konsepsi pengaturan penyelenggaraan bidang kegeologian merupakan penjabaran dari berbagai konsep atau teori yang terkait dan analisis terhadap berbagai aspek yang perlu untuk dikembangkan dalam penyelenggaraan bidang kegeologian.
Efek memaksa
Pengaturan bidang kegeologian yang lebih tegas dan komprehensif terhadap aspek-aspek yang menjadi fokus kebutuhan dengan memperhatikan kondisi bidang kegeologian saat ini. Hal ini terkait erat dengan hak, kewajiban dan peran masyarakat pemangku kepentingan (stakeholder) di bidang kegeologian. UU geologi akan mengatur apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan masyarakat tanpa mempersempit ruang gerak masyarakat. Memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan geologi kebencanaan tata ruang dan pemanfaatan sumber-sumber daya vital dan strategis yang dibutuhkan segala lapisan masyarakat dari berbagai aspek geosains, ekonomi, sosialogi, hukum dan politik.
Hal ini membawa kepada konsekuensi adanya reward-punishment, efek mamaksa pemerintah untuk bergerak cepat, memaksa masyarakat untuk selalu siap. Institusi tidak berserakan dan fokus pada satu lembaga riset yang menangani tentang kebencanaan geologi, yaitu Badan Geologi Nasional sehingga masyarakat dan segenap stakeholder maupun dunia usaha atau investor dapat mengerti dan mematuhi UU Geologi tersebut.
UU geologi harus dapat diimplementasikan dan digunakan secara efektif sebagai payung hukum bagi peraturan di bawahnya seperti PP, Perpres, dan Peraturan daerah. UU geologi akan berdampak lebih baik dari berbagai aturan pelaksanaan penanggulangan bencana yang dalam pelaksanaanya butuh rentan waktu pengambilan keputusan. Dengan adanya efek memaksa dari aturan UU geologi maka era bencana geologi di Indonesia dapat diminimalisasikan. ( M. Anwar Siregar : Penulis adalah Geologist, Pemerhati Masalah Lingkungan dan Geosfer ), Tulisan ini sudah di publikasi di Harian 'WASPADA" Medan

No comments:

Post a Comment