Sunday, March 31, 2013

Artikel :Geologi Gempa : Gempa Bumi Di Era Teknologi Kekerasan GEMPA BUMI DI ERA TEKNOLOGI KEKERASAN Oleh : M . Anwar Siregar Bencana (disaster) dalam pandangan orang, dilihat dari kejadian tiba-tiba yang tidak bisa diprediksi dan dapat merusak dalam skala besar dan bersifat pembunuh secara alami. Bencana sebenarnya adalah proses, bukanlah kejadian tiba-tiba, diperlukan informasi kerentanan multisektoral. Bencana masih bisa diantisipasi untuk mengurangi jumlah korban bencana dengan meningkatkan produk teknologi sistem peringtan ini. Bukan senjata kekerasan seperti sekarang ini masih berlangsung dan berjatuhanlah korban-korban yang memilukan nurani hingga ke detik ini. Manusia belum juga sadar untuk melakukan introspeksi dalam kajian penerapan teknologi yang ada di bumi. Perusakan Bumi dengan perlombaan teknologi Nuklir yang mendominasi berita-berita surat kabar dunia, sehingga manusia di era globalisasi ini masih terus dihantui berbagai kecemasan oleh perlombaan persenjataan dan perseteruan perbedaan politik yang berakhir pada teknologi kekerasan di berbagai belahan dunia dan diiringi oleh kemurkaan alam Bumi. Ternyata belum mampu diantisipasi oleh teknologi manusia yang ada sekarang dan berjatuhanlah korban-korban yang memilukan nurani. TELITI DULU BUMI Berulangkali alam memberi tanda kepada manusia melalui ”unjuk rasa” untuk mempelajari Bumi, secara tiba-tiba telah menelan korban bencana sampai ratusan jiwa dan triliun rupiah kerugian harta dan infastruktur fisik seperti yang kita lihat dalam kurun 10 tahun terakhir ini telah merenggut hampir 1 juta jiwa korban hingga sekarang ini. Ternyata tidak mendapat perhatian serius dibandingkan penjelajahan angkasa hingga manusia ingin sekali bisa menetap disana. Teknologi angkasa lebih berkembang dan maju serta di lengkapi dengan “senjata pamungkas” tetapi begitu terjadi bencana alam di negara ”angkasa”, ternyata tidak mampu dan tidak berdaya mengatasi jumlah korban becana yang diakibatkan gempa serta tsunami, inikan tragis sekali. Seharusnya kepintaran manusia lebih baik digunakan untuk meneliti bumi lebih mendalam. Agar mampu memprediksi dan mengurangi jumlah korban, uang miliaran dollar AS yang digunakan untuk membuat laboratorium ruang angkasa sebaiknya dialihkan untuk mempersiapkan teknologi prediksi gempa yang lebih baik. PENANGKAL GEMPA Intensitas gempa bumi yang masih terus menerus berlangsung dan merupakan akumulasi energi di perbatasan lempeng disebabkan oleh penabrakan, penghancuran dan pematahan batuan yang menyusun kerak bumi tidak pernah berakhir, menambah kecemasan manusia karena akhir-akhir ini teknologi penangkal bencana gempa sepertinya tertinggal jauh dari teknologi perlombaan persenjataan nuklir dan ruang angkasa. Teknologi manusia sudah mampu ke Bulan dan Mars atau menjelajah angkasa, seharusnya teknologi manusia sudah mampu menyempurnakan teknologi bangunan tahan gempa. Bukankah pesawat angkasa serta persenjataan nuklir untuk menghancurkan benda-benda yang membahayakan bumi saja mampu dibuat! Gempa memang tidak bisa dicegah karena bersifat tiba-tiba dan alamiah, tetapi jumlah korban dapat diminimalisir sekecil mungkin dengan cara bantuan teknologi mitigasi, terutama untuk penentuan pemetaan lokasi kerawanan bencana dengan satelit yang memotret pola pergerakan kerak bumi atau lempeng-lempeng yang saling bergerak. Sebaiknya anggaran setiap negara lebih diperioritas untuk menciptakan teknologi penangkal gempa yang lebih baik seperti pemasangan sistem peringatan dini di kawasan Samudera Hindia, tidak cukup menggunakan teknologi satelit. Inilah seharusnya menjadi perhatian masyarakat dan pemimpin dunia. TEKNOLOGI KEKERASAN Mewaspadai bencana alam terutama gempa bumi mutlak diperlukan, karena prediksi gempa sampai sekarang ternyata masih mampu mengurangi keterbunuhan manusia beserta mahluk hidup lainnya. Manusia justrunya semakin berlomba-lomba untuk pamerkan kekerasan melalui perang dan pembunuhan hanya untuk memburu seorang diktator maupun seorang teroris dengan menyerang negara tertentu secara pengecut yang kemudian bergejolak dan perdamaian dunia semakin jauh dari harapan. Tidak bisakah dana pembuatan senjata kekerasan itu dialihkan saja untuk kepentingan umat manusia dalam penangkal bencana? Karena bencana dan perang sama-sama memberikan unsur traumatik bagi kehidupan manusia hingga menimbulkan pertentangan kejiwaan untuk melakukan tindakan ultra kekerasan yang terbukti melalui ”bom bunuh diri”. Kemajuan luar biasa teknologi manusia di abad sekarang ini, ternyata belum ada satupun yang mampu mengontrol alam. Rupanya kemajuan teknologi yang ada sekarang lebih ditonjolkan untuk melakukan ”pembunuhan” hanya karena perbedaan pandangan hidup dan ideologi politik. Maka berhamburanlah teknologi senjata kekerasan itu ditembakkan hingga ke detik ini. Kemajuan industri persenjataan dari tahun ke tahun semakin canggih ternyata lebih menonjol dibandingkan penemuan lain, yang gaungnya sangat menakutkan kehidupan di bumi dan menenggelamkan penemuan lain. Teknologi senjata nuklir dapat mengundang keinginan negara miskin untuk membeli, bukannya dimanfaatkan untuk penciptaan teknologi penangkal gempa yang lebih baik. Alhasil, bumi semakin murka dengan mendatangkan kepedihan bagi manusia yang semakin sombong, karena terus menerus memproduksi senjata kekerasan, alat teknologi yang cenderung menghancurkan bumi itu sendiri. Sementara teknologi yang mampu memprediksi bahaya bencana semakin kedodoran, akibatnya banyak korban bertumbangan. Kalau manusia ingin mengurangi dampaknya, Buat senjata teknologi yang memberi kedamaian dimuka bumi ini dan tinggalkan teknologi kekerasan itu. DIPERLUKAN KEARIFAN Saatnya dunia berpikir lebih arif dalam mengatasi bencana, terutama diperlukan kearifan dari pemimpin dunia untuk menghilangkan budaya kekerasan hanya karena alasan untuk memburu satu orang teroris lantas ramai-ramai mambawa ”mesin pembunuh”. Diperlukan kearifan untuk memulai secara komprehensif ditingkat global untuk menciptakan teknologi yang berhubungan dengan penyelamatan, pencegahan dan penanganan bahaya bencana yang hadir sepanjang tahun. Sedangkan datangnya bencana itu tidak pernah mengenal ras, agama, politik negara dan bangsa-bangsa yang mendiami bumi ini terutama dalam pengeluaran anggaran negara, bukan untuk penciptaan senjata kekerasan (biaya teknologi perang), senjata pemusnah massal yang tidak ada urgensinya bagi dunia di abad sekarang. Tetapi anggaran negara dialihkan untuk kepentingan umat yang lebih luas, yaitu pembangunan dan penanganan teknologi bencana. Karena bumi terus menerus menghadirkan bencananya untuk peringatan bagi manusia agar bersikap arif dalam memanfaatkan segala isi bumi. Bumi telah memberikan peringatan bencana kepada munusia agar belajar dari sejarah bencana global sepanjang umur bumi, agar manusia tidak lebih cepat ”menggali kuburan sendiri” sebelum waktunya, Harus dianggap sebagai tanda bahaya yang lebih besar lagi yaitu datang untuk mengancam dan menghilanghkan keberadaan umat manusia sebagai khalifah dimuka bumi. M. Anwar Siregar Geologi, Pemerhati Masalah Lingkungan dan Geosfer, Tulisan ini sudah dimuat di Harian 'ANALISA' MEDAN, Tanggal 9 September 2011


Artikel : Gempa Bumi Di Era Teknologi Kekerasan

GEMPA BUMI DI ERA TEKNOLOGI KEKERASAN
Oleh : M . Anwar Siregar

Bencana (disaster) dalam pandangan orang, dilihat dari kejadian tiba-tiba yang tidak bisa diprediksi dan dapat merusak dalam skala besar dan bersifat pembunuh secara alami. Bencana sebenarnya adalah proses, bukanlah kejadian tiba-tiba, diperlukan informasi kerentanan multisektoral. Bencana masih bisa diantisipasi untuk mengurangi jumlah korban bencana dengan meningkatkan produk teknologi sistem peringtan ini. Bukan senjata kekerasan seperti sekarang ini masih berlangsung dan berjatuhanlah korban-korban yang memilukan nurani hingga ke detik ini.
Manusia belum juga sadar untuk melakukan introspeksi dalam kajian penerapan teknologi yang ada di bumi. Perusakan Bumi dengan perlombaan teknologi Nuklir yang mendominasi berita-berita surat kabar dunia, sehingga manusia di era globalisasi ini masih terus dihantui berbagai kecemasan oleh perlombaan persenjataan dan perseteruan perbedaan politik yang berakhir pada teknologi kekerasan di berbagai belahan dunia dan diiringi oleh kemurkaan alam Bumi. Ternyata belum mampu diantisipasi oleh teknologi manusia yang ada sekarang dan berjatuhanlah korban-korban yang memilukan nurani.
TELITI DULU BUMI
Berulangkali alam memberi tanda kepada manusia melalui ”unjuk rasa” untuk mempelajari Bumi, secara tiba-tiba telah menelan korban bencana sampai ratusan jiwa dan triliun rupiah kerugian harta dan infastruktur fisik seperti yang kita lihat dalam kurun 10tahun terakhir ini telah merenggut hampir 1 juta jiwa korban hingga sekarang ini. Ternyata tidak mendapat perhatian serius dibandingkan penjelajahan angkasa hingga manusia ingin sekali bisa menetap disana. Teknologi angkasa lebih berkembang dan maju serta di lengkapi dengan “senjata pamungkas” tetapi begitu terjadi bencana alam di negara ”angkasa”, ternyata tidak mampu dan tidak berdaya mengatasi jumlah korban becana yang diakibatkan gempa serta tsunami, inikan tragis sekali.
Seharusnya kepintaran manusia lebih baik digunakan untuk meneliti bumi lebih mendalam. Agar mampu memprediksi dan mengurangi jumlah korban, uang miliaran dollar AS yang digunakan untuk membuat laboratorium ruang angkasa sebaiknya dialihkan untuk mempersiapkan teknologi prediksi gempa yang lebih baik.
PENANGKAL GEMPA
Intensitas gempa bumi yang masih terus menerus berlangsung dan merupakan akumulasi energi di perbatasan lempeng disebabkan oleh penabrakan, penghancuran dan pematahan batuan yang menyusun kerak bumi tidak pernah berakhir, menambah kecemasan manusia karena akhir-akhir ini teknologi penangkal bencana gempa sepertinya tertinggal jauh dari teknologi perlombaan persenjataan nuklir dan ruang angkasa.
Teknologi manusia sudah mampu ke Bulan dan Mars atau menjelajah angkasa, seharusnya teknologi manusia sudah mampu menyempurnakan teknologi bangunan tahan gempaBukankah pesawat angkasa serta persenjataan nuklir untuk menghancurkan benda-benda yang membahayakan bumi saja mampu dibuat!
Gempa memang tidak bisa dicegah karena bersifat tiba-tiba dan alamiah, tetapi jumlah korban dapat diminimalisir sekecil mungkin dengan cara bantuan teknologi mitigasi, terutama untuk penentuan pemetaan lokasi kerawanan bencana dengan satelit yang memotret pola pergerakan kerak bumi atau lempeng-lempeng yang saling bergerak. Sebaiknya anggaran setiap negara lebih diperioritas untuk menciptakan teknologi penangkal gempa yang lebih baik seperti pemasangan sistem peringatan dini di kawasan Samudera Hindia, tidak cukup menggunakan teknologi satelit. Inilah seharusnya menjadi perhatian masyarakat dan pemimpin dunia.
TEKNOLOGI KEKERASAN
Mewaspadai bencana alam terutama gempa bumi mutlak diperlukan, karena prediksi gempa sampai sekarang ternyata masih mampu mengurangi keterbunuhan manusia beserta mahluk hidup lainnya. Manusia justrunya semakin berlomba-lomba untuk pamerkan kekerasan melalui perang dan pembunuhan hanya untuk memburu seorang diktator maupun seorang teroris dengan menyerang negara tertentu secara pengecut yang kemudian bergejolak dan perdamaian dunia semakin jauh dari harapan. Tidak bisakah dana pembuatan senjata kekerasan itu dialihkan saja untuk kepentingan umat manusia dalam penangkal bencana? Karena bencana dan perang sama-sama memberikan unsur traumatik bagi kehidupan manusia hingga menimbulkan pertentangan kejiwaan untuk melakukan tindakan ultra kekerasan yang terbukti melalui ”bom bunuh diri”.
Kemajuan luar biasa teknologi manusia di abad sekarang ini, ternyata belum ada satupun yang mampu mengontrol alam. Rupanya kemajuan teknologi yang ada sekarang lebih ditonjolkan untuk melakukan ”pembunuhan” hanya karena perbedaan pandangan hidup dan ideologi politik. Maka berhamburanlah teknologi senjata kekerasan itu ditembakkan hingga ke detik ini. Kemajuan industri persenjataan dari tahun ke tahun semakin canggih ternyata lebih menonjol dibandingkan penemuan lain, yang gaungnya sangat menakutkan kehidupan di bumi dan menenggelamkan penemuan lain. Teknologi senjata nuklir dapat mengundang keinginan negara miskin untuk membeli, bukannya dimanfaatkan untuk penciptaan teknologi penangkal gempa yang lebih baik.
Alhasil, bumi semakin murka dengan mendatangkan kepedihan bagi manusia yang semakin sombong, karena terus menerus memproduksi senjata kekerasan, alat teknologi yang cenderung menghancurkan bumi itu sendiri. Sementara teknologi yang mampu memprediksi bahaya bencana semakin kedodoran, akibatnya banyak korban bertumbangan. Kalau manusia ingin mengurangi dampaknya, Buat senjata teknologi yang memberi kedamaian dimuka bumi ini dan tinggalkan teknologi kekerasan itu.
DIPERLUKAN KEARIFAN
Saatnya dunia berpikir lebih arif dalam mengatasi bencana, terutama diperlukan kearifan dari pemimpin dunia untuk menghilangkan budaya kekerasan hanya karena alasan untuk memburu satu orang teroris lantas ramai-ramai mambawa ”mesin pembunuh”.
Diperlukan kearifan untuk memulai secara komprehensif ditingkat global untuk menciptakan teknologi yang berhubungan dengan penyelamatan, pencegahan dan penanganan bahaya bencana yang hadir sepanjang tahun. Sedangkan datangnya bencana itu tidak pernah mengenal ras, agama, politik negara dan bangsa-bangsa yang mendiami bumi ini terutama dalam pengeluaran anggaran negara, bukan untuk penciptaan senjata kekerasan (biaya teknologi perang), senjata pemusnah massal yang tidak ada urgensinya bagi dunia di abad sekarang. Tetapi anggaran negara dialihkan untuk kepentingan umat yang lebih luas, yaitu pembangunan dan penanganan teknologi bencana. Karena bumi terus menerus menghadirkan bencananya untuk peringatan bagi manusia agar bersikap arif dalam memanfaatkan segala isi bumi.
Bumi telah memberikan peringatan bencana kepada munusia agar belajar dari sejarah bencana global sepanjang umur bumi,agar manusia tidak lebih cepat ”menggali kuburan sendiri” sebelum waktunya, Harus dianggap sebagai tanda bahaya yang lebih besar lagi yaitu datang untuk mengancam dan menghilanghkan keberadaan umat manusia sebagai khalifah dimuka bumi.

M. Anwar Siregar
Geologi, Pemerhati Masalah Lingkungan dan Geosfer, Tulisan ini sudah dimuat di Harian 'ANALISA' MEDAN, Tanggal 9 September 2011

No comments:

Post a Comment