Sunday, March 31, 2013

Artikel Geologi Gempa : Gempa Tsunami Selat Malaka


Minggu, 30 Oktober 2011


GEMPA-TSUNAMIS DI SELAT MALAKA
Oleh M. Anwar Siregar
Meneropong kejadian gempa sepanjang tahun 2011 ini, mungkinkah dapat terjadi gempa-tsunami ke Selat Malaka? Tulisan ini bukan meramalkan akan terjadi tsunami melainkan mengingatkan kita agar tetap waspada dan faktor-faktor apa yang dapat memicu terjadinya gempa yang diiringi tsunami ke Selat Malaka, agar diantisipasi dan sebagai bahan masukan kepada masyarakat agar mengetahui kondisi tempat tinggal mereka diwilayah tersebut agar sekali lagi tetap waspada.
Jika melihat fakta kejadian gempa dari tahun 2004 hingga 2011 maka bukan mustahil dapat saja terjadi, sebab kejadian gempa tsunami Chili dengan kekuatan 8.5 SR mampu menjangkau areal 900 km ke pantai Tonga dan Utara Pulau Biak pada tahun 2010, lalu gempa tsunami melanda Jepang (11/3/20011) dengan kekuatan 9.0 SR menjangkau wilayah 1.100 km ke pulau-pulau Pasifik Selatan, gempa Aceh-Andaman dengan kekuatan 9.2 SR mengirimkan “pesan maut” ke Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Pantai Timur Afrika sejauh 5.000 km. Tsunami di Selat Malaka akan lebih dahsyat dari kejadian tsunami manapun yang pernah terjadi di muka Bumi.
Sebabnya, Selat Malaka itu menyimpan potensi lebih maut karena sepanjang Selat Malaka memiliki kondisi ideal tempat jalur tol bagi air bah raksasa, terletak ditengah jalur perairan antara dua pulau dengan luasan Selat yang sempit, dibeberapa tempat bagian Selat itu ada ukuran mencapai 5 km, bentuk morfologi pantai dengan topografi ke daratan tiap lintasan tsunami dapat mencapai 5-15 m karena daratan di sepanjang Selat Malaka ketinggiannya di permukaan air laut mencapai 5-12 meter. Maka siapkan perisai.
STRATEGIS TSUNAMIS
Mengamati strategi tsunami ke Selat Malaka dapat terjadi melalui berbagai mekanisme aktivitas pergerakan tekanan tektonik Lempeng Indo-Australia ke Lempeng Eurasia yang menimbulkan efek patahan, menimbulkan anomali guncangan air dan menyebabkan tekanan pecahan patahan ke lempeng mikro Burma menjadi air raksasa ke Selat Malaka.
Asumsi pertama yang juga bukti ilmiah yang sangat jelas adalah sejak terjadi gempa maut Aceh dengan “sms tsunami” ke kawasan Asia Tenggara, Asia Selatan dan Pantai Timur Afrika tahun 2004 dengan terjadinya pecahan Lempeng Burma seluas 200.000 km persegimenjangkau Pantai Timur Sumatera ke Serdang Bedagai dan Phuket.
Asumsi kedua, beberapa kejadian gempa setelah gempa di Jepang tahun 2011 kini menekan pusat patahan di kawasan daratan Semenajung Asia Tenggara terutama yang masih berkorelasi dengan Patahan Sagaing di lembah utara Burma dengan terjadi gempa Burma 6,4 SR tahun April 2011 dan Patahan Mergui, atau penghancuran di berbagai patahan bergempa India seperti pada patahan Bhuj Gujarat atau patahan didaratan Tinggi Tibet yang masih satu jalur patahan besar postdam yang meliputi India, Pakistan, China dan sebagian Burma, lalu terjadi tekanan pembalikan ke dan dari refleksi seismik di kaki pegunungan Himalaya ke daratan China dengan perbatasan Burma terutama di patahan gempa Sichuan yang mengakumulasi energi ketegangan pada patahan di ruas daratan Burmahingga kembali kaki pegunungan Himalaya dengan gempa India 18/9/2011 telah menewas lebih 30 jiwa di India dan Nepal.
Asumsi ketiga. Data empiris sejarah gempa di daerah China dan India selalu menerus ke daratan Burma dalam kurun lima tahun terakhir sering terjadi gempa dahsyat membidik ke lempeng Asia Tenggara, telah memberikan akumulasi tekanan kuat ke patahan daratan Sumatera yang masih dalam jalur rangkaian sistim busur vulkanik mediteran dan sirkum pasifik yang melintas dari kaki pegunungan Himalaya yang tertancap di lima negara yaitu India, Afgahanistan, Burma, China dan Nepal yang memiliki hubungan karakteristik yang saling terpicu dan terus ke wilayah daratan perairan Asia Tenggara melintasi Patahan Phuket, Patahan Sagaing, Patahan Mergui, Patahan Andaman lalu Selat Malaka dan membentuk lingkaran arahan gelombang seismik di gugus Patahan Baharok dan Patahan Aceh di sebelah Timur yang membelah kawasan Aceh dan menyilang ke Utara Aceh di Pulau Weh (Sabang) dan tertimbun di Selat Malaka dan hampir bersentuhan dengan pecahan Lempengan Burma akibat gempa Aceh 2004 lalu dengan kawasan pantai Semenanjung Asia Tenggara. Dengan melihat sejarah fenomena tsunamis 2004 yang melintas zona pantai di Phuket dan Johor-Malaysia, terbayang bagaimana air bah melintas zona patahan yang berada di sepanjang Selat Malaka dengan luasan sempit jika terjadi dan terulang kembali. Maka jagalah hutan bakau di pantai agar dapat memecah gelombang tsunami.
Asumsi keempat, terjadi perubahan batimetri kelautan di Pantai Timur Sumatera akibat lanjutan pemecahan lempeng kecil Burmamenuju Semenanjung Asia Tenggara ke Selat Malaka dengan pusat gempa di wilayah Kepulauan Andaman dan Palung Laut Dalam di Nikobar hingga menuju ke Utara Sumatera yang terdesak oleh Lempeng Indo-Australia, menumbuk Lempeng Mikro Burma, terjadi pelengkungan kuat di Utara Sumatera, desakan Lempeng Indo-Australia itu telah memberikan efek tekan pada patahan sepanjang ujung utara Pantai Barat Sumatera semakin melengkung mendekati 45oData dapat dilihat dari GPS dan citra satelit.
Asumsi kelima. Dengan mempertimbangkan fakta empiris, bahwa wilayah di Aceh saat ini telah mengalami pergeseran sejauh 11 cm akibat gempa-gempa di Pantai Barat Sumatera ke arah daratan Asia, sehingga wilayah di Utara Aceh dan Nikobar membentuk struktur berarah Utara-Selatan akibat aktivitas Lempeng Australia di Utara Sumatera dengan penekanan pergerakan 50 mm/tahun ke arah daratan Semenanjung Malaya untuk melakukan pengompresan kuat. Fakta yang masih aktual pada akhir tahun 2010 lalu menunjukan terjadi gempa kuat dengan kekuatan 4,5 SR dengan koordinat 06,65 LU-096 BT di Sabang 15 Desember 2010 dan gempa Andaman dengan kekuatan 5,9 SR berpusat 180 km timur laut kota Sabang dengan kedalaman 104 km. Pecahan lempengan itu dapat mengubah batimetri kelautan di Utara Sumatera hingga ke Pantai Timur Sumatera.
Bukti-bukti gempa terdahulu telah banyak mengubah titik-titik koordinat atau terjadi pergeseran pulau-pulau vulkanik di sepanjang Pantai Barat Sumatera sejauh 30 millimeter karena ada korelasi antara subduksi patahan dan sesar geser yang akan mengakumulasi energi besar di utara Pantai Barat Sumatera sehingga akan menghasilkan energi pergeseran lateral terhadap lempeng yang lebih tua di Pantai Timur Sumatera dengan kekuatan geser mencapai 15 mm per tahunPergeseran lempengan bumi di dasar laut di bagian Utara Sumatera dan bergerak ke arah Kepulauan Nicobar dan Pulau Sabang dengan jarak yang belum diketahui, menunjukkan bahwa lempengan-lempengan lebih dari 20 kilometer di bawah dasar samudera telah bergeser. Memberikan indikasi strategis tsunamis ke Selat Malaka
GEMPA SELAT MALAKA
Serangkaian gempa yang mengejutkan sepanjang Tahun 2010-2011 dengan ”perkiraan” titik koordinat seperti sedang mengincar Selat Malaka. Gempa Sabang berada pada patahan Pulau Weh yang berhubungan dengan patahan utara kota Banda Aceh dan sebagian tertimbun di perairan Andaman oleh akibat kegiatan tektonik yang diduga sebagai kelanjutan Patahan Seulimeun. Gempa Andaman berpusat pada Andaman Trench dengan kekuatan gempa mencapai 6,4 Skala Richter (SR) pada 20 Desember 2010 yang melintasi kota Pelabuhan Blair berada dalam jalur tumbukan Lempeng India dan Mikro Burma. Dan sebagian pulau Nikobar merupakan bentangalam yang terbentuk dari erupsi gunungapi bawah laut, satu garis zona subduksi di Utara Sumatera
Diperkirakan akan terdapat 400.000-700.000 jiwa populasi terancam karena kota-kota sepanjang Selat Malaka hingga artikel ini ditulis belum memiliki benteng pertahanan terhadap ”serangan fajar” tsunami, dan kondisi kota-kota di Selat Malaka dominan menjorok ke arah lautan dan sebagian pulau merupakan pulau dengan ketinggian tidak lebih 100 meter, pembangunan kota juga merupakan hasil timbunan pasir dan pemadatan dari pulau yang dikorban dan memudahkan alur kecepatan gelombang raksasa tsunami mencapai daratan lebih cepat.
Kapan terjadi gempa maut di Selat Malaka? Bergantung pada durasi kegempaan yang tinggi di utara Pantai Barat Sumatera dari kawasan pulau-pulau vulkanik Sumatera hingga ke utara Andaman dan Sri Lanka.
Dari gambaran tersebut, Pemerintah sebaiknya mempersiapkan mitigasi tsunami untuk pertahanan dalam bentuk kombinasi tata ruang alamiah (mangurove, hutan konservasi, tumpukan batu alamiah dan terumbu karang) dan beton (dam, tembok keras-tinggi) guna meredam air bah raksasa itu ke dalam inti kota sepanjang Pantai Timur seperti kawasan NAD, Sumut, Kepri, Jambi dan Babel. Dan masyarakat harus memahami kondisi tersebut dengan mempersiapkan diri berupa pemahaman perlindungan terhadap serangan tsunami dan tidak termakan isu-isu tidak benar. Sekali lagi tulisan ini bukan ramalan gempa besar.

M. Anwar Siregar
Geolog, Pemerhati Tata Ruang Lingkungan dan Geosfer. Tulisan Sudah Dimuat di Harian ANALISA MEDAN, 14 Oktober 2011.

No comments:

Post a Comment