Sunday, March 31, 2013

Artikel Geologi Gempa : Relaksasi Gempa Belum Berhenti di Sumatera Barat




RELAKSASI GEMPA BUMI BELUM BERHENTI DI SUMATERA BARAT
Oleh : M. Anwar Siregar

Belum juga selasai musibah gempa Jawa Barat datang lagi goyangan maut gempa bumi ke ranah minang, dengan kekuatan yang hampir sama di Jawa Barat yaitu 7,6 Skala Richter, dipastikan beberapa daerah akan merasakan guncangan tersebut, penulis merasakan langsung ketika sedang menulis tulisan artikel tentang gempa di Kepualuan Samoa yang disertai tsunami telah menewaskan lebih 100 jiwa, sehingga mendorong penulis mendikripsi dan menginterprestasikan citra foto geologi sejak gempa Tasikmalaya dan Kepulauan Samoa yang nampak terekam pada satelit Google Earth tentang akan terjadi polarisasi relaksasi gelombang gempa ke kawasan Indonesia.
Kejadian gempa di Peru-Chili dan Kepulauan Solomon yang disertai tsunami pada tahun 2007, sebelumnya sudah terjadi gempa di Pangadaran dan Yogyakarta lalu energi seismik membalikkan responsibilitas energi ke kawasan Samudera Pasifik dengan terjadi gempa pemanasan yang cukup kuat di Kepulauan Tonga dan puncak gempa di Peru-Chili Agustus 2007. Kejadian ini telah mengingatkan akan ada relaksasi energi keseimbangan maka blok batuan yang merangkum suatu tata ruang wilayah dapat mencapai radius ribuan kilometer akan mengalami pendesakan sehingga akan ada suatu pergeseran kekuatan blok batuan di kawasan Pasifik sehingga Samudera Hindia yang luas akan memerlukan tempat yang cukup untuk menjaga keseimbangan kembali sehingga wilayah perairan Indonesia yang luas dapat ditekan karena telah diketahui blok batuan dikawasan lempeng Indonesia telah mengalami dislokasi/pergeseran sejauh 100 cm ke daratan benua Asia yang telah mengalami perapuhan karena baru terjadi gempa besar di Jawa Barat, lalu secara beruntun terjadi gempa pemanasan yang cukup kuat di Kepulauan Maluku dan Utara Sulawasi dan energi penerapan kekuatan gempa masih tetap di kawasan Kepulauan Mentawai. Dengan memblok serta mendorong energi kembali ke selatan Jawa dengan terjadi gempa di Nusa Penida-Bali dan Laut Timor pada dua bulan terakhir ini sehingga muncul gempa-gempa di patahan Sorong yang masih berhubungan dengan patahan parit Tonga di Pasifik.
RELAKSASI PERGERAKAN BLOK PATAHAN
Perbedaan relaksasi pergerakan blok-blok patahan ditiap titik lemah yang ada dipermukaan bumi Indonesia yaitu blok gempa di Pantai Barat Sumatera cenderung ke arah Baratlaut dan memotong ke arah Tenggara ke daratan Sumatera, blok gempa dipatahan Laut Jawa bagian Utara dan Selatan bergerak ke Timur Laut lalu ke arah Baratdaya dan blok patahan di Nusa Tenggara hingga ke Laut Arafuru bergerak ke Timur ke Utara atau Timur ke Tenggara dan tertekan akibat ada penekanan dari Lempeng Eurasia yang bergerak ke Selatan dan Lempeng Philipina ke Tenggara ke arah Utara blok patahan pulau burung Irian Jaya.
Lempeng Pasifik menekan blok patahan daratan Papua dan pulau-pulau kecil Pasifik kearah Barat untuk mengompreskan wilayah Indonesia oleh batas pertemuaan Lempeng Benua Australia di Laut Patahan Banda/Maluku atau disekitar palung pulau Seram dan laut Timor, yang bergerak ke Utara lalu memotong ke arah Barat-Baratdaya di Laut blok patahan Sulawesi.
Misteri pergerakan ini telah menimbulkan dampak yang tidak bisa ditebak, rumit dan saling menekan dan kadang-kadang memotong dan membebani blok-blok yang sudah hancur seperti pada lempeng yang telah terlumatkan yaitu lempeng Maluku sehingga pergerakan lempeng Pasifik dan Philipina semakin leluasa melibaskan gerakan untuk menekan dan mengompreskan kondisi blok batuan di Paparan Sahul.
Efek perjalaran gempa terdahulu sepanjang tahun 2009 telah memicu gerakan tambahan pada lempeng Samuedra Indo-Australia didasar laut yang saling tekan dengan lempeng Euro-Asia di darat dengan kecepatan 6 cm/tahun. Gempa pendahuluan itu telah di mulai dengan terjadinya gempa Tasikmalaya dan di Selat Sunda sehingga menekan kembali zona subduksi kegempaan di Pantai Barat Sumatera yaitu di dahului dengan terjadi gempa Mentawai pada September 2009 diatas 5.0 SR.
Ada periodesasi singkat gempa di zona patahan Sumatera Barat,  sedangkan kondisi gempa yang terjadi di Bengkulu dan Sumatera Barat pada kejadian tahun 2008 belum sepenuhnya stabil, mengakibatkan semakin tertekannya patahan Semangko, dari amatan satelit GPS jelas ada pergeseran kerak bumi pada ruas patahan Sianok dan patahan Sumani, telah mengalami pergerseran 80 cm dan semakin bertambah pada kejadian gempa sekarang.
RUAS-RUAS PATAHAN SUMATERA
Sumatera memang di kenal Pulau yang paling rawan gempa bumi. Pergerakan patahan Sumatera ini merupakan manifestasi dari pergerakan lempeng Australia yang menyusup ke dalam lempeng Eurasia dimana sebagian besar energi dari pergerakan lempeng-lempeng tersebut dipindahkan ke pergerakan patahan Sumatera. Pemindahan energi dari lempeng yang bertumbukan tersebut dimaksudkan untuk mengakomodasikan tumbukan bersudut (oblique convergent) dari lempeng Australia dan lempeng Eurasia.
Akibat tumbukan bersudut dari lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia akan terdapat suatu bentuk permukaan di ujung pertemuan lempeng berupa kerucut terpancung yang membentuk suatu rangkaian pegunungan bawah laut. Terekamnya suatu penemuan gunung di bawah laut sepanjang batas Palung Sumatera hingga Trench Jawa disebabkan akumulasi tekanan kuat dari lempeng Indo-Australia yang menimbulkan fenomena kegempaan terbesar di Sumatera diabad 21 dalam kurun 10 tahun ini yaitu gempa Bengkulu di tahun 2000, gempa Simeulue 2002, gempa Aceh-Nikobar tercatat gempa dahsyat terbesar dunia di tahun 2004, lalu gempa Nias-Simeulue 2006, Gempa Bengkulu tahun 2007, Gempa Sumatera Barat-Bengkulu 2007 dan Gempa Sumatera Barat 2009. (lihat digambar dibawah ini), yang salah satu sumber penyebab gempa Sumatera Barat dan Bengkulu dalam kurun 2005- 2009 sejak gempa Aceh 2004 lalu berasal dari sumber pemicu gempa Aceh 2004.
Rangkaian gempa itu telah mengubah posisi letak koordinat wilayah beberapa pulau-pulau di sepanjang Pantai Barat Sumatera karena ada perubahan batimetri/topografi kelautan oleh pengangkatan kerak batuan yang muncul seperti tudung, ketinggian gunung baru ini bisa mencapai ratusan meter.
Zona patahan didaratan Sumatera bersentuhan dengan jalur magmatik, pembentukan gunung yang menyebabkan perubahan kondisi geologi kekuatan material batuan menjadi retak-retak. Memicu suatu perubahan lapisan kerak bumi pada batuan oleh efek persentuhan dinding magma lebih cepat, penjalaran energi seismik akan menggetarkan lebih cepat penguraian dari keretakan kekuatan batuan dan memudahkan gelombang seismik melewati beragam lapisan diskontinuitas batuan yang tidak homogen di bawah bumi Pulau Sumatera dengan gerak tidak beraturan didaerah ruas-ruas patahan yang telah terbentuk sebelumnya sehingga memungkinkan akan ada perubahan topografi geologi bawah permukaan.
Data tersebut dapat dilihat dari hasil rekaman seismograf dan seismik pada rekaman gelombang gempa yang terdiri gelombang primer dan gelombang sekunder. Pulau Sumatera terdapat sejumlah ruas patahan yang menyebar sepanjang bujur tubuh Pulau Sumatera yaitu Aceh, Seulimeum, Tripa, Renun, Toru, Angkola, Asik, Barumun, Sumpur, Sumani, Sianok, Suliti, Siulak, Dikit, Ketaun, Musi, Manna, Kumering, Semangko dan Sunda. Panjang tiap ruas berbeda dari 35 km hingga 220 km. Memerlukan suatu renungan pembangunan kota yang berketahanan bencana.
BERBASIS KEGEMPAAN
Hancurnya kota di Sumatera Barat dapat disebabkan oleh beberapa aspek perencanaan pembangunan tidak bertumpuk pada peta kerentanan geologis lokal yang tinggi terutama karakteristik geologi yang menyusun morfologi daerah terhadap ancaman bencana alamiah dimasa mendatang. Sejarah kegempaan masa lalu penting untuk bahan kajian perencanaan tata ruang wilayah kota, dan umumnya kehancuran itu karena kota berada dalam radius 12 kilometer dari zona kehancuran dari ruas patahan lokal.
Penentuan zonasi kerentanan geologis muklat diperlukan untuk perencanan pembangunan infrastruktur dan desain bangunan harus memenuhi Standar Nasional Indonesia, terutama menyangkut kekuatan bangunan terhadap guncangan gempa maksimal 8.0 SR. Memperhitungkan maksimal percepatan gelombang puncak batuan dasar sudah harus disesuaikan dengan perhitungan probabilitas periodesasi gempa yang semakin cepat berubah. Hal ini belum terlaksana hingga sekarang pada kota-kota di Indonesia.


M. Anwar Siregar
Geologist. Pemerhati masalah lingkungan dan geosfer.

Diterbitkan Harian “ANALISA” MEDAN, Tgl 9 Oktober 2009

No comments:

Post a Comment