Sunday, March 31, 2013

Artikel Geologi Lingkungan : Perlukah PLTN di Indonesia


Selasa, 20 Maret 2012


PERLUKAH PLTN DI INDONESIA?
Oleh : M. Anwar Siregar

Penerapan PLTN (pembangkit listrik tenaga nuklir) di Indonesia tidak berarti pilihan yang tidak berisiko dan tanpa reaksi dari masyarakat Indonesia, ada kendala atau perlawanan politik karena menyangkut kemampuan SDM dan dampaknya terhadap lapisan bumi dan lingkungan. Sebab lainnya, sejak dibangun pertama kali hingga sekarang belum satupun Negara maju seperti Jepang dan Amerika Serikat mampu dan menemukan cara paling aman, baik dalam pengoperasian maupun penanganan sampah limbah nuklir, terutama untuk menempatkan pada tempat yang aman. Khususnya bagi Indonesia, masih memerlukan pemikiran lebih tajam lagi karena memperhitungkan kondisi geologi wilayah Indonesia dengan melakukan perbandingan yang telah terjadi di Jepang akibat gempa tektonik dengan tsunami dahsyat berkekuatan 8,9 skala Richter (11/3/2011) yang meretakan konstruksi satu reaktor nuklir dan meledakan tiga reaktor sehingga menimbulkan kebakaran dalam kondisi peringatan bahaya radiasi 
PERLUKAH REAKTOR NUKLIR
Pembangunan reaktor nuklir di Indonesia sebenarnya membutuhkan banyak syarat dalam memperhitungkan kondisi ekonomi Indonesia dalam kurun 25 tahun ke depan, karena Indonesia belum mantap dalam mengatasi berbagai persoalan dalam negeri terutama dihantui berbagai krisis yang mungkin dapat menjadi kendala dalam pembangunan reaktor PLTN antara lain krisis ekonomi, krisis kepercayaan rakyat kepada Pemerintah, krisis etika elite, krisis disiplin atau kepatutan kerja yang membentuk budaya korupsi, krisis sumber daya manusia akibat meningkatnya krisis ekonomi global berdampak pada peningkatan kebutuhan pendidikan menyebabkan tingkat kemiskinan yang cukup tinggi. 
Dengan tingkat disiplin dan kultur budaya yang sudah lama melekat dari generasi ke generasi yang mengantarkan bangsa Indonesia menjadi Negara miskin di dunia. Dengan kultur budaya tersebut, bagaimana Indonesia mampu mengelola teknologi nuklir tinggi yang membutuhkan perhitungan dan kemampuan yang cermat, disiplin dan tidak malas. 
Jika dikorelasikan dan di interperestasikan hal tersebut diatas dengan kemampaun pembangunan fisik infrastruktur di Indonesia, maka reaksi-reaksi masyarakat sudah sangat jelas dan tidak berlebihan, bahwa pembangunan fisik di Indonesia sudah sangat bermasalah, bukan saja disebabkan kondisi geologi Indonesia tetapi kemampuan pembangunan itu, diawali ketika pelaksanaan pembangunan gedung konstruksi pondasi beton dipastikan selalu ada masalah, bukti dapat dilihat dari pembangunan tol yang ambles, pembangunan gedung perkantoran yang runtuh, pembangunan bendungan dan irigasi yang banyak jebol, pembangunan jalan yang banyak timbul unduk-undukan dan dikerjakan asal-asalan.
Maka kita bisa membayangkan bagaimana kondisi pembangunan reaktor nuklir yang membutuhkan konsentrasi tinggi. Pembangunan fisik yang kecil-kecil saja sudah bermasalah bagaimana dengan pembangunan konstruksi tingkat tinggi? Apa juga tidak rentan dari serangan teroris? Menginggat kondisi ekonomi masyarakat Indonesia masih dibawah standar dan dipastikan keamanan sangat longgar, maka kita bayangkan sebenaranya apa yang akan terjadi? Serta bagaimana dengan hambatan tatanan geologi Indonesia?
KONDISI GEOLOGI INDONESIA 
Peningkatan pembangunan reaktor nuklir di Indonesia dimaksudkan untuk mengurangi peran energi batubara sebagai bahan baku pembangkit tenaga listrik yang berisiko besar ke lingkungan. Apakah Indonesia sudah memiliki kemampuan mengatasi beberapa resiko dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh berbagai jenis bencana alam yang sering terjadi di Indonesia? 
Sudah sanggupkah Indonesia mengatasi kerusakan hutan yang berasal dari pembakaran, berefek pada kabut asap terbesar di kawasan Asia Tenggara? Indonesia juga belum mampu mengatasi bencana banjir yang terjadi di Pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan, khususnya di Pulau Jawa dimana lokasi reaktor nuklir tersebut dibangun masih berada dalam kawasan yang rawan bencana dan efek-efek perubahan lingkungan yang ditimbulkan oleh bencana banjir. Tidak salah kalau masyarakat ada yang berkata bahwa “Penanganan bencana banjir saja, Indonesia sudah kedodoran dan lamban apalagi bila terjadi kebocoran reaktor nuklir akan menambah parah kondisi alam di Indonesia”.
Begitu juga kondisi tatanan geologi Indonesia 20 tahun ke depan, beberapa daerah rawan bencana dalam kondisi kritis energi gempa atau kritis seismic gap dalam kondisi puncak gempa yaitu gempa di Patahan Mentawai, Selat Sunda, dan Letusan Gunung berapi di Pulau Jawa untuk memberikan pukulan keras bagi keadaan perekonomian dan infrastruktur Indonesia serta dapat juga menimbulkan krisis lingkungan baru apabila pemerintah tetap berkeinginan membangun reaktor nuklir
Beberapa wilayah lapisan geologi di Indonesia yang sangat membahayakan konstruksi pembangunan PLTN di Indonesia, yang berhubungan langsung dengan lingkungan tata ruang aktivitas kehidupan. Wilayah tersebut umumnya berada dalam pertemuan antar lempeng yang membentuk zona palung laut dalam, zona subduksi gempa dan gunungapi serta zona pemekaran samudera. 
Didaerah Samudera Pasifik bagian selatan Pulau Biak atau dibatas kontinen laut dalam dengan zonasi percepatan puncak batuan yang tinggi dan wilayah kegempaan aktif yang berkorelasi langsung dengan Laut Utara Pulau Jawa, Kepulauan Banda dan Palung Laut Timor serta Parit Seram yang dapat menekan Pulau Jawa dimana rencananya akan dibangun PLTN Indonesia.
Palung di selatan Laut Jawa dan Laut Dalam Flores, yang sangat rawan dengan letusan gunung api dan gempa bumi dengan fokus dangkal, yaitu kedalaman 30-70 kilometer, Patahan Naik Busur Belakang Pulau Nusa Tenggara yang berhubungan dengan keaktifan gempa di Pulau Sulawesi dan Kepulauan Maluku, dapat memberikan efek tekanan berganda dan serta responsibilitas energi pada patahan Utara Pulau Jawa dan dapat memicu patahan yang mulai aktif di daratan Jawa agar “teraktifkan lagi” yang masih berumur Kwarter. Bila diselaraskan semuanya, baik dari masalah lingkungan tata ruang, aktivitas bencana dan kekuatan ekonomi, mampukah Indonesia mengatasinya?
KENDALA LINGKUNGAN
Solusi untuk mengatasi kendala krisis energi di Indonesia sebenarnya masih banyak, jangan cuma disebabkan oleh efek pembakaran batubara lantas Indonesia mengalihkan perhatian ke pembangunan reaktor nuklir. Untuk mengatasi kendala krisis energi, Indonesia dapat memanfaatkan lebih dari 10 jenis energi alternatif yang berada diatas dan didalam permukaan bumi Indonesia. Potensi-potensi sumber daya energi alternatif itulah yang harus dikembangkan dulu, bukan gencar mempublikasikan dan mendorong keras pembangunan PLTN di Indonesia yang gemanya semakin keras karena dalam kurun 10 tahun ini Pemerintah sepertinya semakin kuat untuk menggolkan rencana itu.
Indonesia memang memerlukan sistim energi nuklir sebagai energi terbarukan untuk mengendalikan dampak perubahan iklim dan pemanasan global dari penggunaan bahan bakar fosil transportasi dan industri tetapi harus memperhitungkan kendala lingkungan yaitu Indonesia sudah harus mempersiapkan hambatan tempat penimbunan sampah beracun berbahaya radioaktif nuklir dalam mengatasi krisis lingkungan.
Indonesia dipastikan juga mengalami hambatan pembangunan fisik reaktor nuklir yaitu anggaran yang tidak pasti, biaya perbaikan lingkungan akibat dampak-dampak yang akan ditimbulkan, dan ini memerlukan dana anggaran yang luar biasa, contohnya membangun kembali kota yang hancur akibat krisis lingkungan akibat banjir membutuhkan dana lebih 100 milyar, belum lagi gempa bumi membutuhkan dana diatas 1 triliun rupiah untuk satu kota, bagaimana bila terjadi lebih dari lima kota untuk segala jenis bencana lingkungan geologi? Silahkah pembaca kalkulasi kebangkrutan keuangan Indonesia dan hutang-hutang yang semakin menggunung.

M. Anwar Siregar
Geolog, Pemerhati Masalah Lingkungan dan Geosfer. Tulisan ini sudah diterbitkan pada Harian WASPADA Medan tahun 2011

No comments:

Post a Comment